Liputan6.com, Jakarta : Malam Jumat Wage yang
mencekam di kaki Gunung Kelud. Hujan abu bercampur kerikil dan pasir
menguyur deras. Di kejauhan, kilat sambar menyambar di antara kepulan
asap kehitaman dan lelehan lava. Suara menggelegar terdengar hingga
jauh.
"Kilatan cahaya di puncak Kelud terlihat beberapa kali," kata warga Kota Kediri Patna Sunu, ketika dihubungi Liputan6.com, Jumat 14 Februari 2014. "Karena malam, jadi terlihat jelas dari sini," ujarnya.
Tak
hanya di Kelud, fenomena serupa juga terekam pada aliran piroklastik
Sinabung yang meletus dahsyat Januari lalu. Ada kilatan petir di
sela-sela awan panas, batuan, dan api yang menyala merah.
Saat itu, gunung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara itu memuntahkan awan panas dan lava setinggi 13.000 kaki atau 3.962 meter. Sejak 2010, Sinabung tak henti-hentinya menggeliat dari tidur panjangnya selama 400 tahun.
Saat itu, gunung di Kabupaten Karo, Sumatera Utara itu memuntahkan awan panas dan lava setinggi 13.000 kaki atau 3.962 meter. Sejak 2010, Sinabung tak henti-hentinya menggeliat dari tidur panjangnya selama 400 tahun.
Apa yang nampak seperti sambaran kilat sejatinya adalah 'petir vulkanik' alias dirty thunderstorm atau volcanic lightning dalam Bahasa Inggris.
Fenomena
tersebut mampu memproduksi badai petir kuat dengan visual yang paling
mencolok di Bumi. Tak semua erupsi gunung api bisa menghasilkan kilatan
cahaya.Petir itu awalnya diduga dipicu oleh ledakan yang terjadi selama erupsi gunung, meskipun tidak semua ledakan menyebabkan petir.
Seperti Liputan6.com kutip dari situs sains New Scientist,
catatan pertama tentang keberadaan petir vulkanik berasal dari sebuah
surat yang ditulis Pliny the Younger kepada sejarawan Romawi, Tacitus.
Menceritakan kesaksiannya terkait peristiwa meletusnya Gunung Vesuvius
pada tahun 79 Masehi -- yang mengubur Kota Pompeii dan mengawetkan jasad
para penduduknya, dalam posisi kematian mereka. [Baca juga: Misteri Pompeii, Ilmuwan Kuak Jejaring Sosial di 'Kota Mati']
Sementara,
bukti foto pertama petir vulkanik diambil pada 1944 oleh militer
Amerika Serikat yang mengabadikan erupsi Vesuvius kala itu.
Fotografer
Jerman Martin Rietze juga mengabadikan petir vulkanik di Gunung
Sakurajima, Jepang. "Hanya letusan yang sangat besar, yang dapat
menghasilkan petir besar seperti itu," kata dia, seperti dikutip dari
situs sains Discovery News.
Misteri Penyebab
(Petir vulkanik letusan Gunung Sakurajima)
![](https://lh3.googleusercontent.com/blogger_img_proxy/AEn0k_ssQv7y78KKeAKaVt_JUn0Nul10MRk7XBHVod66CvTRtp1Mb0gd7OXSDBRMU2OnG42eFgZJ3DMM-OrdUO2CnkzUe8WJPJD3NqqEE9n_jEUZzNuEdvBssiR1unHwqw=s0-d)
Meski sudah lama diketahui dan bisa dilihat dengan gamblang, usaha mencari tahu penyebab petir vulkanik bukan perkara gampang.
Upaya
investigasi ilmiah pertama dilakukan di tengah erupsi Gunung Surtsey,
Islandia pada 1963. Hasil penelitian lantas dipublikasikan dalam jurnal
ilmiah Science edisi Mei 1965.
"Pengukuran listrik
atmosfer serta pengamatan visual dan fotografi membuat kami yakin,
aktivitas elektrik itu disebabkan lontaran material yang membawa muatan
positif yang besar dari dalam gunung ke atmosfer," ujar salah satu
ilmuwan. Atau dengan kata lain, hipotesis para ilmuwan menyebut,
petir vulkanik adalah hasil dari pemisahan muatan. Saat muatan positif
terlontar membuat jalan ke langit, area dengan muatan listrik berlawanan
lalu terbentuk. Petir adalah cara alami untuk menyeimbangkan distribusi
muatan. Mekanisme yang sama diperkirakan terjadi pada badai biasa. Lantas, pertanyaannya, apa istimewanya petir vulkanik? Setelah
Surtsey meletus pada November 1963, hanya ada sedikit studi yang
mempelajari soal petir vulkanik. Salah satu yang signifikan
dipublikasikan pada 2007, setelah para peneliti menggunakan gelombang
radio untuk mendeteksi petir dari kawah Gunung Augustine, Alaska pada
2006.Selama letusan, ada banyak petir kecil atau bunga api besar
yang mungkin datang dari mulut kawah dan memasuki kolom abu, yang
keluar dari gunung berapi," kata salah satu penulis laporan, Ronald J.
Thomas. Sementara, Kepala Bidang Informasi Meteorologi Publik BMKG
Kukuh Ribudiyanto mengatakan, petir vulkanik bisa terjadi karena ada
ion-ion negatif dan positif. "Saat Gunung Kelud meletus kan mengeluarkan
yang namanya lava, dan itu suhunya bisa ratusan derajat," jelas dia,
saat dihubungi Liputan6.com, Jumat malam.
"Saat
itu juga, secara berbarengan keluarnya ion negatif dan positif tadi, ada
beda suhu. Berdasarkan pencatatan geologi, semburan 16-17 km, yang
terendah 5 km, ada perbedaan suhu dan positif dan negatif. Dan saat
menetralkan maka terbentuklah petir. Lebih besar petir Gunung Kelud dari
Merapi kemarin," beber Kukuh.
`Menciptakan` Gunung Api
Seperti dimuat situs New Scientist,
penelitian terbaru dilakukan sebuah tim geolog asal Jerman yang membuat
model gunung berapi untuk memecah misteri petir vulkanik. Model itu
dibuat oleh Corrado Cimarelli dari Ludwig Maximilian University, Munich.
Tim sengaja mengambil material sisa letusan Gunung Eyjafjallajokull (baca:
ay-yah-fyah-lah-yer-kuhl) di Islandia -- yang abu letusannya pada 2010
menghentikan penerbangan di Eropa selama berminggu-minggu.
Abu
itu lantas dimasukkan dalam tabung khusus yang didesain meniru proses
pelepasan material bertekanan tinggi dari kawah gunung. Letusan mini itu
menghasilkan percikan petir, yang mereka rekam dengan video
berkecepatan tinggi. Tim mencatat, makin halus partikel abu, makin
banyak petir dihasilkan.
Rekaman video membantu menjelaskan
hubungan petir vulkanik dan debu. Partikel yang lebih kecil ternyata
lebih mungkin untuk terjebak dalam turbulensi di sekitar mulut tabung,
lebih mungkin untuk berbenturan dan menghasilkan gesekan muatan listrik
-- versi kecil dari petir vulkanik yang spektakuler.
"Kami yakin
prosesnya sama, meski skalanya beda," kata Cimarelli.
Cimarelli
mengatakan, hasil penelitian timnya mungkin berguna untuk memprediksi
seberapa parah gangguan lalu lintas udara setelah letusan sebuah gunung
berapi. Sebab, menurut dia, ada semacam korelasi antara jumlah debit
petir dan konsentrasi partikel abu halus. Itu berarti, kandungan abu
halus letusan bisa diperkirakan dengan cepat, melalui pantauan jumlah
petir vulkanik.
Abu halus adalah partikel yang paling berpotensi
mengganggu pesawat di ketinggian 9 km. [Baca: bahaya debu vulkanik pada
pesawat di tautan ini]
Meski
punya penjelasan meyakinkan, bukan berarti misteri petir vulkanik
lantas terpecahkan. "Mekanisme itu adalah salah satu dari beberapa
kemungkinan," ucap Steve McNutt dari University of South Florida, Tampa.
Sebab,
meski percobaan tim Jerman mirip dengan yang terjadi di dekat kawah,
masih ada bentuk lain dari petir vulkanik yang terjadi jauh di atas
gunung berapi, yang dikenal sebagai 'plume lightning' -- bentuk
yang mungkin dipicu oleh tabrakan partikel gunung berapi dengan kristal
es yang berada tinggi di atmosfer, mirip dengan proses pembentukan
badai biasa. (Ein/Tnt)
Sumber:
http://news.liputan6.com/read/827482/vesuvius-hingga-kelud-petir-aneh-menyambar-dari-letusan-gunung
http://news.liputan6.com/read/827482/vesuvius-hingga-kelud-petir-aneh-menyambar-dari-letusan-gunung
0 comments:
Post a Comment